Halaman

Jumat, 04 Juni 2010

Qum 481 tgl 3 Rabi’ul Akhir 1431 H/ 19 Maret 2010 M


KITA TIDAK TAHU


وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ . وَإِنْ يُرِيدُوا أَنْ يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ (الانفال:61-62)


Artinya: “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kamu kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan jika mereka bermaksud menipumu, maka Sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin” (Al Anfal: 61-62).


Ayat ini diturunkan pada saat terjadi peperangan yang tidak kunjung henti antara kaum Muslimin dan golongan Kuffar. dalam keadaan seperti itu Allah mengajarkan hamba-Nya agar tetap bijaksana. bila musuh-musuh menawarkan perdamaian atau menghentikan peperangan, hendaklah Ummat Islam menerima ajakan tersebut tanpa harus menduga-duga apa yang ada dalam hati mereka sebab pengetahuan manusia hanyalah pada hal-hal yang bersifat lahiriyah. namun di balik sikapnya itu mereka juga dituntut selalu waspada bukan curiga, sebab curiga merupakan sikap buruk sangka kepada orang lain sedangkan waspada lebih pada upaya menyelamatkan diri. Itulah sebabnya pada ayat pertama dikatakan “dan bertawakkallah kepada Allah”. Artinya, ikuti saja apa yang disampaikan musuh, sedangkan hakekatnya biarlah Allah yang mengawasi. Nampaknya ayat ini membekas pula dalam hati Ali bin Abi Thalib RA pada saat berperang melawan pemberontak Mu’awiyah dan konco-konconya. Ketika peperangan hampir ia menangkan, kelompok Mu’awiyah mengacungkan Mushaf Al Qur’an dengan tombak tanda permintaan agar peperangan dihentikan. Meskipun banyak yang menentang dan berakibat fatal bagi dirinya, Ali tetap pada pendiriannya, peperangan dihentikan dan perdamaian harus ditegakkan.


Lalu bagaimana jika ternyata ajakan damai yang dtawarkan musuh itu hanya tipu daya?. Allah mengingatkan agar kita tidak usah cemas bahkan memberikan jaminan bahwa Dia akan mendampingi hamba-hamba-Nya dengan pertolongan-Nya. Bagaimana pula jika kaum muslimin tidak mau menerima tawaran damai?. Jangan-jangan kita bahkan akan hancur karena tidak mematuhi tuntunan Allah dan Rasul-Nya.


Salah satu agenda kunjungan Barak Obama ke Mesir – sebagaimana dikatakan Hidayat Nur Wahid – adalah keinginan Barat untuk memperbaiki hubungan dengan dunia Islam yang selama ini kurang harmonis. Dan terkait dengan kunjungannya ke Indonesia beberapa hari yang akan datang, mantan Ketua MPR-RI itu berharap bahwa kesempatan tersebut dapat dimanfaatkan untuk menagih janji itu (Republika, Kamis 18 Maret 2010). Tetapi pada bagian lain, sejak beberapa hari sejumlah kelompok telah menyatakan penolakan terhadap kedatangannya. Dan – konon – Amerika Serikat telah mengerahkan tentaranya sebanyak 300.000 (tiga Ratus Ribu) personil untuk mengamankan lawatannya itu. Tak ubahnya sebuah perang saja. Nah, mungkinkah harapan sebagaimana yang dikemukakan Hidayat Nur Wahid itu dapat dicapai?. Wallahu A’lam. Tetapi yang jelas, kita tengah diuji untuk selalu bersikap bijaksana dan hati-hati dalam menyikapi persoalan. Kita juga tidak tahu, jangan-jangan ada pihak-pihak yang menginginkan wajah Islam kian tercoreng, karena terhadap seorang tamu saja kita tak lagi mampu bersikap santun. Sunguh Al Qur’an dan Hadis adalah seadil-adilnya tuntunan. Namun terkadang ketika hendak memasangnya dalam kehidupan, kita kehilangan kesadaran.


Sulaiman AS mendapat laporan dari Hud-Hud tentang adanya sebuah kerajaan Super Power. Kerajaan itu sangat besar dan makmur di bawah pimpinan seorang Ratu bernama Balqis. Tentaranya dikenal dengan pasukan yang sangat kuat karena selain berpengalaman juga memiliki persenjataan yang canggih pada masanya. Sayangnya para penduduk negeri itu tidak beragama Islam tetapi menyembah Matahari. Menerima laporan tersebut Sulaiman merasa perlu mengundang Kepala Negara itu untuk datang ke negaranya. Dengan diawali kata Basmalah Sulaiman mengirimkan Surat penuh wibawa. Di hadapan Pasukan tempurnya Balqis membacakan Surat Undangan Sulaiman. Singkat cerita, Balqis pun datang melakukan kunjungan kenegaraan bertemu dengan “Presiden” Sulaiman. Di luar dugaan ternyata di tempat itulah Kepala Negara Super Power itu mendapat hidayah. Al Qur’an menceritakan:


قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الصَّرْحَ فَلَمَّا رَأَتْهُ حَسِبَتْهُ لُجَّةً وَكَشَفَتْ عَنْ سَاقَيْهَا قَالَ إِنَّهُ صَرْحٌ مُمَرَّدٌ مِنْ قَوَارِيرَ قَالَتْ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي وَأَسْلَمْتُ مَعَ سُلَيْمَانَ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (النمل:44)


Artinya: “Dikatakan kepadanya (Balqis): "Masuklah ke dalam istana". Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. berkatalah Sulaiman: "Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca". berkatalah Balqis: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam" (An Naml:44).


Umar marah bukan kepalang mendengar Fatimah masuk Islam. Ia pun segera pergi mencari adiknya itu. Dengan pedang terhunus di tangan ia berjalan setengah berlari, saking tidak sabarnya. Sesampainya di rumah Fatimah, didapatinya orang-orang sedang membaca Surat Thaha. Demi mendengar bacaan ayat-ayatnya Umar merasakan sesuatu, ia penasaran dan ingin membaca sendiri bacaan yang oleh orang-orang di rumah itu dikatakan sebagai wahyu Tuhan. Setelah membaca sendiri isi Kitab Suci itu di hadapan adiknya, Umar meminta agar bisa bertemu dengan Rasulullah SAW. Kaum Muslimin cemas jangan-jangan Umar akan berbuat tidak baik kepada Rasulullah SAW, maklum rencana semula Umar memang ingin membunuh beliau. Tetapi apa yang terjadi?. Ketika dua wajah itu saling bertemu, Umar langsung mengucapkan dua kalimat Syahadat.


Barangsiapa membaca sejarah akan mengetahui betapa banyaknya orang-orang yang mendapat petunjuk setelah bertemu dengan para pemimpin Islam dan masyarakatnya. Mereka yang semula menyimpan kebencian karena cerita buruk yang diterimanya, berubah menjadi simpati setelah melihat yang sesungguhnya. hingga hari ini fitnah dan tuduhan keji terhadap Islam terus dilancarkan musuh-musuhnya. Lalu bagaimanakah kaum Muslimin akan membuktikan bahwa mereka tidak seburuk yang selama ini diasumsikan jika rumah mereka tertutup dari kunjungan? lantas dari manakah orang-orang “tertipu” itu hendak mendapatkan petunjuk jika yang kita miliki hanya sikap permusuhan?.


Bila benar mereka mengerahkan tentaranya sebanyak itu, sungguh ini merupakan sebuah penghinaan dan pelecehan terhadap martabat sebuah negera berdaulat yang juga memiliki Angkatan Bersenjata. Tetapi bukankah kita sendiri yang telah mengundang mereka dengan demo-demo penistaan terhadap pemimpinnya?. bukankah itu artinya kita termasuk dalam peribahasa leluhur kita “Menepung air di dulang, memercik ke muka sendiri”?. Sekiranya kita menerima tamu itu dengan senyuman, niscaya mereka akan datang dengan setangkai bunga. Sayang sekali kita bahkan menghujatnya dan mengalamatkan kepadanya sesuatu yang belum tentu dilakukannya. Salahkah jika mereka ingin menyelamatkan pemimpinnya?.


Baiklah kita menolak kehadirannya. tetapi pernahkan kita berfikir tentang nasib saudara kita yang hingga kini ada di sana?. Bagaimanakah – jika karena tindakan kita – lantas mereka mengusir seluruh putera Indonesia yang tengah menuntut ilmu atau bekerja di Negara yang ia adalah Presidennya?. Ataukah kita menginginkan agar negeri yang damai ini menjadi seperti Palestina, Irak atau Afganistan?.


Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mendukung atau menyalahkan kelompok manapun sebab kita memang telah terbiasa dalam berbeda pandangan dan tetap saling mendo’akan dalam keragaman. Semoga Allah menganugerahkan kebijaksanaan kepada kita semua dalam menyikapi berbagai keadaan dan kiranya kita termasuk di antara hamba-hamba-Nya yang mencintai kedamaian. Hasbunallah Wani’mal Wakil.


H. Syarif Rahmat RA


Pertanyaan: Assalamu ‘Alaikum Wr.Wb.. Saya termasuk Jama’ah Ustadz setiap Sabtu di RSUD Pasar Rebo. Sy mo bertanya, manakah yang lebih utama ketika membaca Fatihah dalam setiap Shalat setiap ayat berhenti atau diwashol ketika ada tanda LAM-ALIF di atas ayat. mohon penjelasan dari Ustadz. Kurang lebihnya mohon maaf. Wassalam. Rohman (0813845419xx).


Jawaban: Lam-Alif yang terdapat pada satu bacaan dalam Al Qur’an adalah rumusan dari kata “La Taqif” yang berarti “Jangan berhenti”. Itu artinya manakala terdapat huruf tersebut, kita dilarang berhenti padanya. Pembahasan masalah tersebut agak panjang dan telah kami uraikan pada kajian Tafsir Sabtu pagi di RSUD Pasar Rebo beberapa waktu lalu kebetulan anda tidak hadir, Insya Allah akan kami kemukakan pada lain kesempatan. adapun tentang Surat Al Fatihah, pembacaannya dengan berhenti pada setiap ayat adalah lebih utama sebab terdapat Hadis yang menyebutkan bahwa ketika seorang hamba membaca Al Fatihah dalam Shalatnya, terjadi dialog antara dia dengan Allah SWT di mana pada setiap ayat Allah memberikan jawabannya. Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya bersumber dari Abu Hurairah RA:


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهْىَ خِدَاجٌ - ثَلاَثًا - غَيْرُ تَمَامٍ ». فَقِيلَ لأَبِى هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الإِمَامِ. فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِى نَفْسِكَ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ ( الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِى عَبْدِى وَإِذَا قَالَ (الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَىَّ عَبْدِى..(رواه مسلم)


Artinya: Abu Hurairah menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menunaikan satu Shalat namun tidak membaca Surat Al Fatihah maka Shalatnya kurang” – beliau mengatakan itu sebanyak tiga kali — artinya adalah tidak sempurna. lalu ditanyakan kepada Abu Hurairah: “Bagaimanakah ketika kami berada di belakang Imam?” Abu Hurairah menjawab: “Bacalah Al Faithah itu pelan-pelan karena aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwasanya Allah SWT berfirman: “Aku membagi shalat menjadi dua bagian antara Aku dan hamba-Ku. apabila seorang hamba membaca “Segala puji bagia Allah Tuhan seru sekalian alam” maka Allah berfirman “hamba-Ku telah memujiku”. Apabila si hamba membaca “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” maka Allah berfirman “Hamba-Ku telah menyanjung-Ku”....... (HR Muslim).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar